Mencari makalah yang lain :

Google
 

Tuesday, March 20, 2007

Ta’limul Muta’alim

Ta’limul Muta’alim

(Telaah Konsep Kitab Ta’limul Muta’alim Karangan Syekh Az Zarnuji)[1]

Oleh: M. Eka Mahmud

Prolog

Me-studi sebuah wacana pemikiran akan menjadi menarik dan aktual jika wacana yang kita kaji sama sekali baru dan terkadang “bertolak belakang” dengan wacana yang sementara ini kita terima, atau paling tidak jika dalam wacana tersebut ada sebuah gagasan yang besar dan aneh.

Konsep Syekh Az Zarnuji yang tertuang dalam Kitab Ta’limul Muta’alim merupakan gagasan yang besar patut ditelaah sebagai khazanah pemikiran. Alasan yang mendasar kitab tersebut patut dikaji ulang: 1. Kitab tersebut menjadi acuan pokok dalam sistem pembelajaran di Pondok Pesantren, 2. Kitab tersebut mempengaruhi paradigma pemikiran sebagian besar umat Islam yang mengenyam pendidikan dari madrasah dan pondok pesantren, 3. Kitab tersebut masih eksis keberadaannya dan bahkan masih menjadi pegangan kuat untuk pembelajaran santri.

Alasan tersebut mengilhami kita untuk berpikir dan merefleksi dengan beberapa pertanyaan: 1. Apa isi kitab Ta’limul Muta’alim, 2. Mengapa konsep syekh Az Zarnuji dalam Ta’limul Muta’lim dapat membumi dan bahkan menjadi paradigma para santri/madrasah bahkan alumnus dari dua institusi tersebut? 3. Dapatkah paradigma tersebut direduksi dari paradigma para santri/madrasah bahkan alumnus dari kedua institusi tersebut? 4. Apa paradigma pendidikan yang tepat untuk solusi pendidikan masa depan.

Pembahasan

Konsep Syekh Az Zarnuji yang tertuang dalam Ta’limul Muta’alim merupakan etika mencari ilmu yang manfaat dan mardhatillah. Seseorang yang mencari ilmu dan mendapatkan hasil harus memakai konsep yang dituangkan Syekh Az zarnuji dalam Ta’limul Muta’alim.

Dalam Ta’limul Muta’alim dipaparkan tiga belas konsep untuk dapat meraih kesuksesan dalam mencari ilmu. Ketiga belas konsep tersebut adalah:

Bab I. Keutamaan Ilmu dan Fiqh (Faslun Fi Mahiyatil ‘Ilmi walfiqhi wafadlihi)

Dalam bab ini diterangkan panjang lebar tentang keutamaan orang yang memiliki ilmu pengetahuan dibanding orang yang tidak memiliki ilmu. Dalam konteks ke-Islaman mencari ilmu adalah kewajiban yang tidak ditawar dimulai dari buaian sampai liang lahat. Mencari ilmu wajib bagi muslim dan muslimat. Bahkan dipersilahkan oleh Nabi : Carilah ilmu walaupun dinegeri Cina. Hal ini sesuai dengan konteks pendidikan yang telah dikonsep oleh UNESCO bahwa orang hidup harus mencari ilmu (long life education). Perlu digaris bawahi bahwa dalam bab ini kewajiban yang paling utama mencari ilmu adalah ilmu agama. Kemudian setelah meiliki ilmu diwajibkan orang tersebut memahami fiqh dengan mendalam.

Bab II. Niat Ketika Akan Belajar (Faslun Finniyati Fi Halitta’alumi)

Dalam bab ini, mencari ilmu harus diniyati dengan niyat yang baik sebab dengan niat itu dapat menghantarkan pada pencapaian keberhasilan. Niat yang sungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan keridhaan Allah akan mendapatkan pahala. Dalam mencari ilmu tidak diperkenankan dengan niat dengan ilmu akan mendapatkan harta banyak.

Bab III. Memilih Ilmu Guru dan Teman (Faslun Fikhtiyaril ‘Ilmi wal ustadzi wassyariki watsabati ‘alaihi)

Dalam bab ini diterangakn bahwa memilih ilmu yang utama adalah ilmu agama, yang didahulukan adalah ilmu tauhid. Dalam memilih guru harus alim, wira’I dan lebih tua.

Bab IV, Memuliakan Ilmu Beserta Ahlinya (Faslun Fita’dhimil ‘Ilmi waahlihi)

Bab ini menerangkan bahwa memuliakan guru adalah paling utama dibanding memuliakan yang lain. Sebab dengan gurulah manusia dapat memahami tentang hidup, dapat membedakan antara yang hak dan batil. Memuliakan tidak terbatas pada sang guru namun seluruh keluarganya wajib dimulyakan.

Bab V, Kesungguhan, Ketetapan, dan Cita-cita Yang Tinggi (Faslun filjiddi walmuwadhabati walhimmati)

Bab ini menerangkan bahwa orang yang mencari ilmu itu harus bersungguh-sungguh dan kontinyu. Orang yang mencari ilmu tidak boleh banyak tidur yang menyebabkan banyak waktu terbuang sia-sia, dan dianjurkan banyak waktu malam yang digunakan belajar. Untuk memperoleh ilmu yang berkah harus menjauhi maksiat.

Bab VI, Permulaan, Ukuran dan Tertib Dalam Belajar (Faslun Fibidayatis Sabqi waqadrihi watartiibihi)

Dalam bab ini diterangkan bahwa permulaan dalam mencari ilmu yang lebih afdhal adalah hari Rabu. Kemudian ukuran dalam belajar sesuai dengan kadar kemampuan seseorang dan dalam belajar harus tertib artinya harus diulang kembali untuk mengingat pelajaran yang telah diajarkan.

Bab VII, Tawakall (Faslun Fittawakuli)

Dalam bab ini diterangkan bahwa setiap pelajar hendaknya selalu bertawakal selama dalam mencari ilmu (dalam pendidikan). Selama dalam mencari ilmu jangan sering menyusahkan mengenai rezeki, hatinya jangan sampai direpotkan memikirkan masalah rezeki. Dalam belajar harus diimbangi dengan tawakal yang kuat.

Bab VIII Waktu Menghasilkan Ilmu (Faslun Fii Waktittahsili)

Dalam bab ini diterangkan bahwa waktu menghasilkan ilmu tidak terbatas, yaitu mulai masih dalam ayunan (bayi) sampai ke liang lahat (kubur), dan waktu yang utama untuk belajar adalah waktu sahur (menjelang subuh), dan antara magrib dan Isya’.

Bab IX Belas Kasih Dan Nasihat (Faslun Fissafaqati Wannasihati)

Dalam bab ini diterangkan bahwa orang yang berilmu hendaklah mempunyai sifat belas kasihan kalau sedang memberi ilmu. Tidak dibolehkan mempunyai maksud jahat dan iri hati, sebab sifat itu adalah sifat yang membahayakan dan tidak ada manfaatnya. Bila kita diolok-olok janganlah dibalas dengan kekerasan.

Bab X Mencari Faedah (Faslun Filistifadati)

Dalam bab ini diterangkan bahwa dalam mencari ilmu dan mendapatkan faedah adalah agar dalam setiap waktu dan kesempatan selalu membawa alat tulis (pulpen dan kertas) untuk mencatat segala yang didengar, yang berhubungan dengan faedah ilmu.

Bab XI, Wira’I (Menjaga diri dari perkara haram) (Faslun Filwara’I Fi Halut Ta’alumi)

Dalam bab ini diterangkan bahwa sebagian dari wara’ adalah menjaga diri dari kekenyangan, terlalu banyak tidur, terlalu banyak bicara (membicarakan sesuatu yang tidak ada manfaatnya) dan sedapat mungkin menjaga jangan sampai memakan makanan pasar, dan bahkan menjadi pegawai pemerintah (PNS).

Bab XII, Sesuatu Yang Dapat Menjadikan Hafal Dan Lupa (Faslun fima yuritsul hifda Wafima yuritsun nisyani)

Dalam bab ini diterangkan bahwa yang menyebabkan mudah hafal adalah bersungguh-sungguh dalam belajar, rajin, tetap, mengurangi makan dan mengerjakan salat malam. Adapun yang menyebabkan mudah lupa adalah maksiat, banyak dosa, susah, prihatin memikirkan perkara dunia, banyak pekerjaan dan ada sesuatu yang melekat dalam hati.

Bab XIII, Sesuatu Yang Memudahkan Dan Menyempitkan Rezeki, Memperpanjang Dan Mengurangi Umur (Faslun Fima Yajlibur Rizqa wama yamna’ur Rizqa Wama Yazidu Fil’umri)

Dalam bab ini diterangkan bahwa sabda Rasulullah “Tidak ada yang mampu menolak takdir kecuali doa. Dan tidak ada yang bisa menambah umur, kecuali berbuat kebaikan. Orang yang rezekinya sial (sempit), disebabkan dia melakukan dosa”. Kemudian yang menyebabkan kefakiran adalah tidur telanjang, kencing telanjang, makan dalam keadaan junub, makan sambil tidur miring, meremehkan sisa makanan, membakar kulit bawang merah atau bawang putih, menyapu rumah dengan mengunnakan gombal, menyapu rumah pada waktu malam, menyapu sampahnya tidak dibuang langsung, berjalan atau lewat didepan orang tua, memanggil ayah ibunya dengan sebutan namanya, menusuk-nusuk gigi dengan memakai kayu asal ketemu saja, membasuh tangan dengan tanah atau debu, duduk diatas tangga pintu, bersandar pada tepi pintu, berwudlu ditempat istirahat, menjahit pakaian pada waktu sedang diapakai. Kemudian sesuatu yang dapat menambah umur adalah berbuat kebaikan, tidak menyakiti hati orang lain, memuliakan orang tua[2], atau membaca do’a. Wallahau’alamu bissawab.

Konsep Syekh Az Zarnuji dalam Ta'limul Muta'alim merupakan karya besar dalam khazanah keilmuan ke-Islaman sesuai dengan alasan konsep Az Zarnuji di atas. Namun disisi lain bahwa konsep Syekh Az Zarnuji banyak sisi kelemahan dalam sisi paradigma dan metodologi pembelajaran. Konsep Az Zarnuji kalau ditelaah termasuk memakai paradigma klasik yang pernah muncul pada masa abad pertengahan yang mendikotomikan ilmu, yaitu ilmu agama versus ilmu umum (paradigma formisme). sebelum kita lebih jauh mengomentari konsep Syekh Az Zarnuji perlu penulis kemukakan beberapa paradigma pendidikan yang pernah muncul yaitu :

1. Paradigma Formisme

Di dalam paradigma ini, aspek kehidupan dipandang sangat sederhana atau dapat dipandng sebagai pendikotomian (pendiskritan). Segala sesuatu hanya dilihat dari dua sisi yang berlawanan, misalnya agama non agama, madrasah non madrasah.

Pandangan yang dikotomis tersebut pada giliran selanjutnya dikembangkan dalam melihat dan memandang aspek kehidupan dunia dan akhirat, kehidupan jasmani dan rohani, sehingga pendidikan Islam hanya diletakan pada aspek kehidupan akhirat saja atau kehidupan rohani saja. Dengan demikian pendidikan keagamaan dihadapkan dengan pendidikan non keagamaan, pendidikan ke-Islaman dengan non ke-Islaman. Pandangan dikotomis inilah yang menimbulkan dualisme dalam sistem pendidikan Islam. Istilah pendidikan agama non agama muncul dari paradigma ini.[3]

Paradigma formisme mempunyai implikasi terhadap pengembangan pendidikan Islam yang berorientasi pada keakhiratan, sedangkan masalah dunia dianggap tidak penting serta menekankan pada pendalaman ilmu keagamaan yang merupakan jalan pintas menuju kebahagiaan akhirat. Sementara itu ilmu pengetahuan dianggap terpisah dari agama. Hal ini pernah terjadi dalam sejarah Islam Turki dalam rangka pembaharuan di negara Turki, Mustafa Kamal Attaturk memisahkan antara urusan agama dengan urusan umum. Walaupun akhirnya pemisahan ini ditentang keras oleh ulama Turki yang tidak menyepakati kebijakan tersebut. Kemudian pendidikan agama dalam kurikulum sekolah.[4]

Dalam pendidikan madrasah sebenarnya pernah mengedepankan mata pelajaran seerti mantiq (logika) namun akhirnya lebih condong mengedepankan ilmu-ilmu agama ansich. Inilah yang sebenarnya menyebabkan kemunduran umat Islam dari pencerahan pemikiran-pemikiran modern dan akhirnya terbelakang dalam segala bidang teknologi dan science dibanding dengan Barat.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa paradigma ini memisahkan persoalan agama dengan non agama yang menyebabkan kemunduran umat Islam. Begitu juga dalam lembaga pendidikan umum pendikotomian materi agama dengan materi umum (dibawah naungan Diknas) sangat kentara. Inilah yang menjadi problem kegelisahan bagi penanaman rasa keagamaan dan penumbuhkembangan nilai-nilai keagamaan pada peserta didik.

2. Paradigma Mekanisme

Mechanism secara etimologi berarti hal kerja mesin, cara kerja atau hal yang saling bekerja seperti mesin kalau yang satu bergerak, maka yang lain turut bergerak.

Paradigma mechanism memandang kehidupan terdiri atas berbagai aspek. Paradigma ini pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya. Ibaratnya sebuah mesin yang terdiri atas bberapa komponen atau elemen yang menjalankan fungsinya sendiri-sendiri, antara yang satu dengan yang lainnya berjalan masing-masing.

Paradigma ini nampak dikembangkan pada sekolah atau perguruan tinggi umum yang bukan berciri khas agama Islam. Di dalamnya diberikan seperangkat mata pelajaran atau ilmu pengetahuan, salah satunya adalah mata pelajaran agama yang hanya diberikan 2 jam pelajaran perminggu atau 2 SKS, dan didudukan sebagai mata kuliah dasar umum, yakni sebagai upaya pembentukan kepribadian yang religius. Sehingga implikasinya tergantung pada kemauan pribadi dan tenaga pengajar untuk mengembangkan rasa keagamaan dalam kehidupannya.

Relasi yang bersifat horizontal-lateral (independent), mengandung arti bahwa beberapa mata pelajaran yang ada dan pendidikan agama mempunyai hubungan sederajat yang independent, dan tidak saling berkonsultasi. Relasi yang bersifat lateral-sekuensial, berarti diantara masing-masing mata pelajaran mempunayi relasi sederajat yang saling berkonsultasi. Sedangkan relasi vertikal linear berarti mendudukan pendidikan agama sebagai sumber konsultasi. Sementara seperangkat mata pelajaran yang lain termasuk pengembangan nilai-nilai insani yang mempunayi realsi vertikal-linear dengan agama.[5]

Paradigm mekanisme tersebut bila diterapkan dalam pelaksanaan pengembangan pendidikan agama banyak persoalan, paradigma ini sulit untuk dipadukan. Sebab mata pelajaran berjalan sendiri sesuai fungsinya masing-masing.

3. Paradigma Organism

Istilah “organism dapat berarti benda hidup (plants, animal, and bacteria are organism) berarti kesatuan yang terdiri atas bagian-bagian yang rumit. Dalam pengertian kedua tersebut, paradigma organism bertolak dari pandangan bahwa pendidikan Islam adalah kesatuan atau sebagai sistem yang etrdiri atas komponen-komponen yang rumit yang berusaha mengembangkan pandangan/semangat hidup Islam dimanifestasikan dalam sikap hidup dan ketrampilan hidup yang Islami.

Dari pengertian diatas, betapa pentingnya kerangka pemikiran yang dibangun dan fundamental doctrins dan fundamental values yang tertuang dan terkandung dalam Al Qur’an dan Al Hadis sebagai sumber pokok, kemudian mau menerima kontribusi pemikiran dari para ahli serta mempertimbangkan konteks historisnya. Sebab pemikiran yang terdahulu juga berguna bagi paradigma pengembangan pemikiran sekarang, suatu misal karya Al Ghazali : Ihya ‘Ulumudin, Tahfut al Falasifah, Mi’yas al Ilm, al Mustafa min ilm ushul dan al Iqtisad Fi al I’tiqad tidak semua harus kita tinggalkan, sebab masih ada yang sesuai dengan konteks sekarang. Kaidah Ushul “Al Muhafazhatu ‘ala qadimi salih walakhdhu ‘ala jadidil aslah”.[6]

Melalui paradigma ini, maka sistem pendidikan Islam diharapkan dapat mengintegrasikan nilai-nilai agama dan etik, serta teknologi, memiliki kematangan profesional, dan sekaligus hidup dalam nilai-nilai agama.[7]

Menurut hemat penulis inilah yang dinamakan Islamisasi sains yang mana ilmu-ilmu umum diintegrasiakn dengan ilmu-ilmu agama artinya tidak ada pendikotomian. Dilihat dari perspektif global Islamisasi sains yang gemanya terjadi pada masa sebelumnya dikawasan dunia Islam. Dimulai dari gagasan Sayyid Husein Nasr pada 1968 dengan karyanya “The Encounter of Manajemen and Nature, gagasan ini kemudian menjadi bahan pembicaraan yang penting dalam Konferensi Dunia I tentang pendidikan muslim di Makkah pada 1977. Dalam pertemuan itu dua cendikiawan muslim kaliber internasional Syed Naquib al Attas dan Ismail Raji al Faruqi berbicara tentang perlunya membangun suatu epistemologi Islam.

Dengan melihat konsep paradigma diatas bahwa konsep Syekh Az Zarnuji masuk dalam konsep paradigma formisme, yang memetakan agama versus non agama. Yang paling tepat dalam peningkatan pendidikan adalah memakai paradigma organisme, menggabungkan dan tidak memisahkan antara ilmu agama dengan ilmu umum.

Kemudian dalam sisi metodologi pembelajaran juga tidak menekankan konsep active learning (pembelajaran aktif). Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak mahasiswa untuk belajar aktif. Ketika siswa belajar aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi sekolah, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari kedalam suatu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini, siswa diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga melibatkan fisik. Dengan ciri ini biasanya siswa akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga belajar dapat dimaksimalkan.

Kemudian timbul pertanyaan lagi, Mengapa belajar aktif?

Belajar aktif itu sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif, atau hanya menerima dari guru, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Oleh sebab itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengikat informasi yang baru saja diterima dari guru.

Belajar aktif adalah salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru kemudian menyimpannya dalam otak. Mengapa demikian? Karena salah satu faktor yang menyebabkan informasi cepat dilupakan adalah faktor kelemahan otak manusia itu sendiri. Belajar yang hanya mengandalkan indera pendengaran mempunyai beberapa kelemahan, padahal hasil belajar seharusnya disimpan sampai waktu yang lama. Kenyataan ini sesuai dengan kata-kata mutiara yang diberikan oleh seorang filosof kenamaan dari Cina, Konfusius. Dia mengatakan:

Apa yang saya dengar, saya lupa

Apa yang saya lihat, saya ingat

Apa yang saya lakukan, saya paham

Ketika ada informasi yang baru, otak manusia tidak hanya sekedar menerima dan menyimpan. Akan tetapi otak manusia akan memproses informasi tersebut sehingga dapat dicerna kemudian disimpan. Karena itu jika ada sesuatu yang baru, otak akan bertanya;

Pernahkah saya mendengar sebelumnya?

Dimana kira-kira informasi ini akan diletakan?

Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang intinya mempertanyakan setiap informasi baru yang masuk. Agar otak dapat memproses informasi dengan baik. Agar otak dapat memproses informasi dengan baik, maka akan sangat membantu kalau terjadi proses refleksi secara internal. Jika siswa diajak berdialog, menjawab pertanyaan atau membuat pertanyaan, maka otak mereka akan bekerja lebih baik sehingga proses belajarpun dapat terjadi dengan baik pula.

Ada yang mengatakan bahwa otak manusia mirip komputer sedangkan manusia adalah penggunanya. Komputer tidak akan dapat digunakan jika tidak dalam kondisi “on”, artinya komputer harus dalam kondisi hidup jika akan digunakan untuk bekerja. Kondisi seperti ini tidak jauh berbeda dengan otak manusia. Otak tidak akan dapat memproses informasi yang masuk, kalau otak itu tidak dalam kondisi “on”. Kalau komputer memerlukan sofware (program) untuk memproses data, maka otak memerlukan sesuatu yang dapat dipakai untuk menghubungkan antara informasi yang baru diajarkan dengan informasi yang telah dimiliki.[8]

Jika belajar itu pasif, otak tidak dapat menghubungkan antara informasi yang baru dengan yang lama. Selanjutnya, komputer tidak dapat memanggil data yang tidak disimpan. Otak perlu beberapa langkah untuk dapat menyimpan informasi. Langkah-langkah itu bisa berupa pengulangan informasi, mempertanyakan informasi atau mengajarkan kepada orang lain. Oleh sebab itu, betapapun menariknya materi pelajaran disampaikan dengan ceramah, otak tidak akan lama menyimpan informasi yang diberikan, karena tidak terjadi proses penyimpanan dengan baik.

Pertimbangan lain untuk menggunakan strategi pembelajaran aktif adalah realita bahwa siswa mempunyai cara belajar yang berbeda-beda. Ada siswa yang lebih senang membaca, ada yang senang berdiskusi dan ada juga senang bermain atau praktek langsung. Inilah yang sering disebut dengan gaya belajar atau learning style. Untuk dapat membantu siswa dengan maksimal dalam belajar, maka kesenangan dalam belajar itu sebisa mungkin diperhatikan. Untuk dapat mengakomodir kebutuhan tersebut adalah dengan menggunakan variasi strategi pembelajaran yang beragam yang melibatkan indera belajar yang banyak.

Dengan demikian pembelajaran aktif penting untuk dilaksanakan agar anak didik dapat meningkat dengan cepat baik kwalitas akademik dan non akademik. Konsep Syekh Az Zarnuji yang menitik beratkan pada hafalan sudah tidak layak lagi. Sebab dengan sistem hafalan tidak membuat peserta didik dapat berkembang dengan baik namun lamban.

Epilog

Konsep Syekh Az Zarnuji merupakan khazanah yang patut kita beri apresiasi yang tinggi. Konsep tersebut sudah membumi dan mendarah daging dalam pandangan para santri pondok pesantren dan siswa madrasah bahkan alumni dari kedua institusi tersebut.

Kemudian alasan yang mendasar kitab tersebut patut dikaji ulang: 1. Kitab tersebut menjadi acuan pokok dalam sistem pembelajaran di Pondok Pesantren, 2. Kitab tersebut mempengaruhi paradigma pemikiran sebagian besar umat Islam yang mengenyam pendidikan dari madrasah dan pondok pesantren, 3. Kitab tersebut masih eksis keberadaannya dan bahkan masih menjadi pegangan kuat untuk pembelajaran santri.

Bila ditelaah lebih jauh konsep Syekh Az Zarnuji memang patut kita hargai, namun disisi lain banyak kelemahan. Kelemahan tersebut pada sisi paradigma yang digunakan dan metodologinya. Paradigma yang digunakan adalah paradigma formisme yang mendikotomikan hal yang beraroma religius versus non religius. Pada sisi metodologi pembelajaran tidak menggunakan konsep active learning (pembelajaran aktif), namun memakai metodologi pasif yang tidak mengembangkan peserta didik untuk lebih aktif.

Daftar Pustaka

  1. Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang
  2. Hisyam Zaini, Bermawy Munthe, Sekar Ayu Aryani, Strategi Pembelajaran Aktif Di Perguruan Tinggi, CTSD, Yogyakarta, 2002
  3. M.Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Posmodernisme, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995

4. Muhaimin, Penciptaan Suasana Religius Pada Sekolah di Kota Madia Malang, Penelitian tidak dipublikasikan

5. Muhaimin, et al, Paradigma Pendidikan Islam di Sekolah, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001

6. Syekh Az Zarnuji, Ta’limul Muta’alim



[1] Makalah ini disampaikan dalam Kajian Rutin (Bulanan) Barnea Center Kaltim, pada tanggal 12 April 2005.

[2] Konsep Syekh Az Zarnuji dalam Ta’limul Muta’alim ada tiga belas pembahasan sesuai dengan bahasan diatas, kemudian secara detail dapat dilacak dalam kitab Ta’limul Muta’alim.

[3] Muhaimin, et al, Paradigma Pendidikan Islam di Sekolah, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hlm 39

[4] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang, hlm 154

[5] Muhaimin, Penciptaan Suasana Religius Pada Sekolah di Kota Madia Malang, Penelitian tidak dipublikasikan

[6] M.Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Posmodernisme, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995, hlm 136

[7] Muhaimin, et al, Op. cit, hlm 66

[8] Hisyam Zaini, Bermawy Munthe, Sekar Ayu Aryani, Strategi Pembelajaran Aktif Di Perguruan Tinggi, CTSD, Yogyakarta, 2002, hlm xiv

1 comment:

ismaildahsyat.blogspot.com said...

sy sudah membaca buku ta'limul muta'alim dan sy berniat membuat presentasinya untuk dijadikan training untuk para pelajar n mahasiswa di indramayu, tetapi bukunya ada yg pinjam dan lupa siapa yg pinjam, kalau anda tidak berkeberatan "As aluka billah" dgn nama allah sy minta tolong kirimkan bukunya kepada sy nanti sy ganti ongkos kirim dan harganya, atau sebutkan sj no.rekeningnya nanti sy transfer, jazakalloh biahsanal jaza, call/sms : 081911444918 email : ismail.dahsyat@gmail.com alamat : jl.jendral sudirman no.169 kelurahan lemah mekar rt 04 rw 08 kec. indramayu kab.indramayu - jawa barat 45219
sy tunggu kabar baiknya. se x1 jazakalloh senang bisa ketemu di dunia maya dgn anda.